Daily Archives: 01/09/2014

her bilingual progress

Standard

blog1

Sky mulai sadar penuh akan dua bahasa yang sering didengarnya. Akhir-akhir ini dia sering berkata padaku, dengan nada serius (dalam bahasa Belanda): “Mama, aku bicara bahasa Belanda…” Yang selalu aku sambung dengan: “…dan bahasa Indonesia.”
“Ya…tapi aku tidak terlalu bisa bicara (bahasa Indonesia)”, adalah reaksinya yang terakhir.
“Tidak apa-apa sayang. Kamu mengerti kalau mama bicara bahasa Indonesia. Itu pintar sekali dan mama bangga sekali padamu!”

Dan memang begitulah adanya!

Kami sering mendapat pertanyaan dari orang-orang: “Bagaimana sekarang kemajuan Sky berbicara dua bahasa?”
Nah, memang sudah saatnya menulis tentang perkembangan terbarunya di blog ini.

Sky mengerti hampir semua yang dikatakan dalam bahasa Indonesia, tapi bakal menjawab balik sekitar 95% dalam bahasa Belanda. Kadang-kadang dia mengucapkan beberapa kata bahasa Indonesia, tapi kelihatannya dia sering kaget sendiri akan intonasinya, atau dia tidak terlalu puas akan apa yang diucapkannya (maklum anak perfeksionis nih), jadi sering dia tidak mau melanjutkan bicara dalam bahasa Indonesia.

Kami tidak memaksanya. Bicara dua bahasa harus menjadi sesuatu yang menyenangkan, bukan kewajiban yang menyebalkan.

Seperti yang mungkin sudah diketahui oleh pembaca setia blog ini, kami tidak menganut metode OPOL (One Parent One Language = satu bahasa per orang tua). Perjanjian kami jauh lebih fleksibel: Mama bicara dalam bahasa Indonesia dengan Sky kalau kami hanya berdua saja. Di situasi yang lain kami beralih ke bahasa Belanda. Dengan begitu kami ingin menegaskan padanya bahwa dia tinggal di Belanda, dan dengan orang lain di Belanda dia harus bicara bahasa Belanda. Ini berlaku untuk semua orang, juga buat mama yang bahasa Ibunya bukan bahasa Belanda.

Tapi seperti yang sudah disebutkan di atas, Sky sekarang sadar akan dua bahasa yang dikenalnya. Kalau aku mengatakan sesuatu dalam bahasa Indonesia yang tidak dia mengerti, dia akan bertanya: “Dalam bahasa Belanda adalah?” Atau dia sebutkan keduanya sendiri. Seperti saat kami mencabuti rumput dari antara batu-batu di taman bermain. Aku mengatakan sesuatu tentang “rumput”. Lalu sambil berpikir Sky berkata: “Rumput…dalam bahasa Belanda itu ‘het gras'”. Hahaha…. Kalau dia begini terus sebentar lagi bisa jadi penerjemah buat papa nih! Ngomong-ngomong, mencabuti rumput itu sekarang selalu dilakukannya. Sejak kami melihat seorang Bapak yang membersihkan taman bermain dan sambil mencabuti rumput bilang bahwa rumput memang tidak seharusnya tumbuh di antara pasir atau batu-batu di taman. Waktu itu kami boleh ikut “membantu”nya, dan sejak saat itu Sky tahu bahwa dia boleh mencabuti dan membuang rumput-rumput liar yang tumbuh tidak pada tempatnya.

Akhir-akhir malah dia mulai bisa bermain-main dengan kata-kata bahasa Indonesia. Waktu aku bertanya apakah dia mau “kencing”, dijawabnya balik dengan binar nakal di matanya: “Hahhh…? Kelinci??” (sambil tertawa). Memang mirip kan bunyinya! Sesudahnya dia bertanya lagi, tapi kali ini dengan nada serius: “Tapi mama, kalau “een poesje” (bahasa Inggris: ‘a cat’) itu apa ya?” Aku langsung mengerti arah pertanyaannya dan menjawab: “‘Een poesje’ itu bahasa Indonesianya ‘kucing’, ya memang mirip-mirip semua ya kata-katanya.”

Ada beberapa kata-kata bahasa Indonesia yang cukup sering dia gunakan, tapi tentu hanya kepadaku. Karena dia juga makin pintar beralih bahasa. Bisa terjadi bahwa dia sedang mengucapkan beberapa kata dalam bahasa Indonesia kepadaku, tapi begitu papanya masuk ke kamar langsung beralih ke bahasa Belanda, dengan kata-kata yang sama. Sudah makin pintar dan makin mengerti. Obrolannya kepadaku mengandung kata-kata bahasa Indonesia di sana-sini, jadi seperti bahasa campuran. Misalnya: “sudah groot” (= sudah besar). Atau “mau eten” (= mau makan). Kalimat bahasa Indonesianya yang paling panjang yang pernah diucapkannya adalah saat adikku mampir ke rumah kami. Yaitu: “kucing mau tidur” dan “besok ke dokter”. Ini merupakan bukti betapa pentingnya faktor lingkungan dan dukungan sekitar dalam mempelajari bahasa kedua. Asalkan bahasanya sering digunakan dan dalam berbagai ragam variasi, maka anak akan termotivasi untuk menggunakannya. Di rumah kami punya lagu-lagu bahasa Indonesia (sayangnya kualitasnya memang kurang baik) dan buku-buku hampir selalu mama bacakan langsung dalam bahasa Indonesia (susah lho, menerjemahkan langsung sambil membaca). Tapi tahun depan, kalau kami berlibur ke Indonesia, tentu akan menjadi kesempatan istimewa untuk mendekatkan Sky dengan bahasa Indonesia, di tempat aslinya. Aku betul-betul penasaran akan apa saja yang akan kami alami nanti. Liburan masih lama, tapi dari sekarang sudah tidak sabar rasanya menanti! 🙂

***

blog2

Sky begint heel bewust te worden van haar tweetaligheid. Ze zegt nu vaak tegen mij, in een serieuze toon: “Mama, ik spreek Nederlands…” Waarna ik haar altijd invullen: “…en Indonesisch.”
“Ja…maar dat kan ik niet zo goed spreken”, was haar laatste reactie.
“Dat geeft helemaal niet meisje. Je begrijpt heel goed als mama Indonesisch spreekt. Dat is heel knap en mama is super trots op jou!”

En dat is zo!

We krijgen veel vragen van mensen: “Hoe gaat het nu met haar tweetaligheid?”
Nou, het wordt tijd om de huidige status in deze blog te beschrijven.

Sky begrijpt vrijwel alles in het Indonesisch, maar praat voor zo’n 95% terug in het Nederlands. Af en toe praat ze een woordje Indonesisch terug, maar volgens mij schrikt ze zelf van haar intonatie, of is ze niet zo tevreden over (een perfectionistisch hè!), dat ze vaak niet verder in het Indonesisch wil praten.

We dwingen haar niet. Het moet een plezier zijn om twee talen te kunnen spreken, en geen vervelende verplichting.

Zoals voor de vaste lezers al bekend is, we volgen geen OPOL (One Parent One Language = één taal per ouder) methode. De afspraak is bij ons veel soepeler: Mama praat in het Indonesisch met Sky als wij met z’n tweeën zijn. In andere situaties schakelen we over in het Nederlands. We willen hiermee meegeven dat zij in Nederland woont en met andere mensen in Nederland spreek je gewoon Nederlands. Het geldt voor iedereen, ook voor mama die een andere moedertaal heeft.

Maar zoals gezegd, ze wordt nu bewust van die twee talen. Als ik iets in het Indonesisch zeg die ze niet begrijpt, vraagt ze: “In het Nederlands is?” Of dat doet ze lekker zelf. Zoals toen wij het gras tussen kiezelsteentjes aan het uittrekken waren. Ik zei iets over “rumput” (Indonesisch voor gras). Zei Sky nadenkend: “Rumput…in het Nederlands is het gras”. Hahaha…. Als ze zo doorgaat kan ze binnenkort voor papa gaan vertalen! Trouwens dat gras uittrekken doet ze nu altijd, sinds wij een meneer gezien hebben die het gras van die bak weghaalde (“Het hoort hier niet hè, al het gras”). Toen mochten we “meehelpen” en sindsdien weet Sky dat zij het gras mag uittrekken en weggooien.

Ze speelt zelfs al een beetje met Indonesische woordjes. Toen ik haar vroeg of ze “kencing” wil (Indonesisch voor plassen), zei ze terug met pretogen: “Hahhh…? Kelinci??” (Indonesisch voor konijn). Die woorden lijken natuurlijk op elkaar! En daarna vroeg ze weer, deze keer serieus: “Maar mama, wat is een poesje dan?” Ik begreep haar direct en antwoordde: “Een poesje in het Indonesisch is ‘kucing’, ze lijken wel op elkaar hè, die woordjes.”

Er zijn een paar Indonesische woordjes die zij vaak gebruikt, alleen tegen mij dan. Want schakelen gaat steeds beter. Ze kan een paar woordjes met mij babbelen en zodra papa in de kamer komt diezelfde woordjes direct in het Nederlands zeggen. Dat gaat heel goed. Haar zinnen tegen mij hebben hier en daar Indonesische woordjes, een gemengde taal, zoals: “sudah groot” (= al groot). Of “mau eten” (= wil eten). Haar langste, volle Indonesische zinnen ooit heeft ze gezegd toen mijn broer bij ons thuis was. Het waren: “kucing mau tidur” (= kat wil slapen) en “besok ke dokter” (= morgen naar de dokter). Het bewijst maar weer hoe belangrijk de omgevings- en supportfactoren zijn bij het leren van een tweede taal. Als de taal maar vaak gebruikt wordt en in vele variaties uitgevoerd, dan werkt het extra motiverend. We hebben thuis Indonesische liedjes (helaas is de kwaliteit niet zo goed) en boeken lees mama bijna altijd voor in het Indonesisch (het is moeilijk hoor, om ter plekke en direct zinnen uit het boek te vertalen). Maar volgend jaar, als we op vakantie naar Indonesië gaan, is het natuurlijk de ultieme kans om Sky veel met Indonesië én de taal te onderdompelen. Ik ben heel benieuwd hoe het zal gaan (en heb er heel veel zin in ook!) 🙂

blog